kanalhukum.co. Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Andi Widjajanto menyebut lembanganya mulai mengkaji wacana Revisi Undang-Undang (UU) TNI. Hal tersebut terlontar dalam sebuah forum diskusi (FGD) di Jakarta baru baru ini
“Kami baru memulai kajiannya. Focus group discussion-nya nanti tentang revisi Undang-Undang TNI. Yang kami kaji, pertama, apakah terjadi perubahan karakter perang. Kalau karakter perang itu biasanya pengkajiannya apakah ada tipe ancaman baru, apakah ada teknologi baru. Sedangkan dua jawaban ini iya ada perubahan karakter perang, maka yang pertama disesuaikan doktrin pertahanan dan militer,” kata Andi.
Andi melanjutkan bahwa tahapan selanjutnya adalah regulasi. Menurutnya doktrin pertahanan dan militer harus berubah karena karakter perangnya juga berubah. Untuk itu harus diuji regulasinya. “Apakah regulasinya cocok dengan doktrin yang baru,” kata dia.
Terkait hubungan sipil dan militer yang telah diatur dalam UU TNI, Andi menyebut kualitasnya akan dikaji ulang . “Hal kedua yang aman kami kaji adalah apakah ada perubahan kualitas hubungan sipil-militer di Indonesia dalam rangka konsolidasi demokrasi. Dulu Undang-Undang Pertahanan, Undang-Undang TNI Tahun 2002, Tahun 2004, dibuat untuk mengantisipasi terjadinya perubahan hubungan sipil-militer dari negara otoritarian pada masa Orde Baru menjadi negara yang demokratis,” katanya.
Memperkuat Konsolidasi Demokrasi
Dia menyampaikan hal tersebut untuk memperkuat konsolidasi demokrasi. “Regulasi yang harus diuji misalnya bagaimana hubungan antara presiden, DPR, menteri pertahanan, panglima TNI, dan kepala staf. Apakah ini bisa diperkuat untuk konsolidasi demokrasi kita,” kata Widjajanto.
Selain itu jika ada perubahan hubungan sipil-militer perlu kajian lebih lanjut. Utamanya mengenai penempatan prajurit TNI di organisasi/institusi sipil seperti yang diatur dalam Pasal 47 UU TNI. “Hubungan lain yang mau dikaji bagaimana TNI melaksanakan tugasnya, operasi militer, lalu itu tetap relevan dengan kebutuhan perubahan institusi sekarang seperti (yang diatur) Pasal 47. Dalam Pasal 47 hanya mengatur penempatan (prajurit aktif) TNI di 10 organisasi, sementara organisasi atau institusi sipil berubah pesat dari 2004 ke 2023,” kata Widjajanto.
Beberapa institusi/lembaga sipil yang terbentuk setelah UU TNI antara lain Kantor Staf Presiden (KSP), Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Kemaritiman dan Investasi, Badan Keamanan Laut (Bakamla), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). “Dalam Pasal 47 waktu itu tidak ada KSP, Kemenko Maritim dan Investasi, KKP, Bakamla, BNPB. Waktu itu sudah ada tugas perbatasan, tetapi badan nasional perbatasan belum terintegrasi dengan Kementerian Dalam Negeri,” kata dia.
Seperti diketahui wacana revisi UU TNI bergulir sejak bulan lalu saat Badan Pembinaan Hukum TNI memaparkan beberapa usulan untuk draf perubahan UU TNI kepada Panglima TNI. Walaupun demikian, pembahasan itu masih di internal Babinkum TNI dan belum rampung.
Selain itu Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono di sela kegiatan di Jakarta Senin (15/5) menyampaikan TNI akan rapat dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk membahas itu. Dia menyampaikan revisi UU TNI dibutuhkan untuk menyesuaikan aspek-aspek yang tidak lagi relevan dengan perkembangan situasi yang ada, sementara untuk hal-hal yang masih relevan, itu akan dipertahankan dalam UU hasil revisi.