kanalhukum.co. Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang akan disahkan oleh DPR RI Selasa besok masih menimbulkan polemik. Disebutkan masih banyak beberapa ketentuan dan pasal yang kacau dan anti demokrasi.
Gal ini dikatakan pakar hukum tata negara Bivitri Susanti dalam sebuah diskusi bertema ‘Ngopi dari Seberang Istana’ di Juanda, Minggu (4/12/2022), “Banyak yang masih kacau,” kata Bivitri. Ia kemudian mencontohkan masih adanya beberapa ketentuan atau pasal yang dinilai anti demokrasi seperti ancaman kriminalisasi pada kritik yang bisa dianggap menghina lembaga negara, kepala dan simbol negara, termasuk soal ideologi yang dinilai bertentangan dengan Pancasila.
“Satu saja yang mengerikan sekali, kalau kita membahas soal ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, itu luas banget. Bukan cuma marxisme, leninisme yang juga kok bisa ya itu dikriminalkan. Tapi, bahkan apapun yang dianggap bertentangan dengan Pancasila nanti bisa dipidana,” tambahnya.
Selain itu Bavitri juga mempertanyakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dinilai tidak melakukan tindakan apapun terkait dengan proses disahkannya RKUHP ini. “Jadi kalau kita bicara hukum, Joko Widodo dulu didukung betul oleh banyak pihak dan nothing to lose, sekarang ini tapi ternyata nothing to lose-nya juga tidak terjadi,” kata Bivitri. “Jadi, yang terjadi adalah kerusakan negara hukum dan demokrasi,” ujarnya lagi
Sementara itu Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur juga mengritik RKUHP ini. Salah satunya adalah pasal mengenai paham terlarang di draf Revisi Undang-Undang KUHP. Menurut YLBHI, pasal itu bersifat multitafsir dan bisa digunakan untuk membungkam suara kritis bak di era Orde Baru. “Pasal ini sangat karet. Bahaya sekali,” kata Isnur
Pasal yang dimaksud adalah soal Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara, yakni Pasal 188. Isnur mengkritik frasa ‘paham lain yang bertentangan dengan Pancasila’ dalam Pasal 188 ayat (1) dan (6) di atas. Menurutnya, frasa tersebut sangat karet dan bisa ditafsirkan sesuka hati. Salah-salah, pasal tersebut bisa digunakan penguasa, hakim, atau jaksa untuk menjerat pihak yang tidak disukai.
“Istilah ‘paham-paham lain yang bertentangan dengan Pancasila’ ini mengingatkan kita dengan kewajiban ‘asas tunggal Pancasila’ di masa Orde Baru. Saat itu, siapa yang tidak patuh dengan asas tunggal Pancasila maka akan diberangus,” kata Isnur. Baginya pasal tersebut berpotensi untuk membungkam kritik.
Seperti diketahui DPR RI memastikan RKUHP menjadi undang-undang sebelum masa reses pada pertengahan Desember mendatang. Sebelumnya Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengklaim sejumlah pasal bermasalah dan diperdebatkan dalam pembahasan RKUHP telah disepakati. Hal itu disampaikan Tito Karnavian usai mengikuti rapat di Kantor Presiden, Jakarta, pada Senin (28/11/2022).
(Dari berbagai sumber)