kanalhukum.co. Korban penipuan daring dari kerja paruh waktu terus bertambah. Koordinator korban penipuan tersebut menyebut total kerugian mencapai Rp.35,4 miliar. Jumlahnya korban sudah mencapai 1.000 dan akan tersebut bertambah.
Tria koordinator korban daring penipuan kerja paruh waktu menyatakan hal tersebut setelah mendatangi Bareskrim Polri. “Saya adalah Tria, sebagai perwakilan dari pada korban penipuan online berkedok paruh waktu (part time) di salah satu platform atau ecommerce,” kata Tria.
Dirinya mengaku menjadi salah satu korbannya. Tria mengatakan telah kehilangan uang puluhan juta karena tergiur bekerja paruh waktu dengan memberikan tanda suka atau like di platform ecommerce (perdagangan elektronik).
Tria menjelaskan korban penipuan berkedok kerja paruh waktu mulai muncul sejak 2021. Jumlahnya semakin banyak pada tahun 2023 ini. Situasi pandemi COVID-19 semakin menambah banyaknya korban. Korban tidak hanya berasal dari ‘kaum rebahan’, tetapi menyentuh semua kalangan mulai dari tukang ojek, hingga artis. “Korbannya beragam, mulai dari tukang ojek daring, ASN, teller bank, dokter, ibu rumah tangga, hingga artis pekerja FTV. Bahkan, ada yang menyetorkan Rp1,5 miliar uang pensiunan,” kata Tria.
Adapun modus operandi penipuan model in adalah dengan menawarkan kerja paruh waktu.” Tujuannya pekerjaannya menaikkan ratting penjualan salah satu e-commerce,” katanya. Para korban yang tertarik biasanya diawal menerima komisi. Bila top-up Rp 100 ribu, komisi didapatkan Rp110 ribu. Uang ditransfer atas nama perusahaan, commanditaire vennootschap (CV) atau perseroan terbatas (PT).
Hasil Top Up Tidak Bisa Dicairkan
Dalam menjalankan tugas tersebut, ada level top-up mulai dari yang terendah Rp100 ribu hingga jutaan rupiah. Korban mulai merasa ditipu setelah uang komisi yang mereka peroleh dari hasil top-up tidak bisa dicairkan. “Di situlah minimnya pengetahuan masyarakat atau korban-korban di sini,” ujar Tria.
Selain itu, pelaku yang diduga sindikat juga mengatasnamakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk meyakinkan para korban. Padahal, OJK sebagai pemantau tidak pernah memberikan tugas kepada perusahaan yang melakukan transaksi keuangan.
Menurut Tria kondisi korban penipuan ini sangat memprihatinkan. Bahkan ada beberapa yang terlilit pinjaman online. Salah satu korban seorang tukang ojek daring menyetorkan uang sampai Rp300 juta demi bisa mendapatkan komisi dari tugas-tugas yang telah dijalaninya. “Padahal, itu uang untuk biaya haji ibunya,” kata Tria. Beberapa korban, kata dia, ada yang hampir mencoba bunuh diri, bahkan seorang ibu rumah tangga rugi ratusan juta rupiah saat anaknya sedang dirawat di ICU.
Para korban lantas melaporkan kasus itu ke polres dan polda di wilayah masing-masing, salah satunya di Polda Metro Jaya. Laporan tersebut telah diterima oleh Polda Metro Jaya. Namun, korban ingin agar kepolisian memberikan atensi terhadap laporan tersebut agar segera menindaklanjuti kasus tersebut. “Kedatangan kami ke Bareskrim Polri ini supaya laporan seluruh korban ini segera ditindaklanjuti karena jumlah korban terus bertambah,” kata Tria.