kanalhukum.co. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjamin kerahasiaan identitas kasus korupsi. Hal ini dilakukan demi menjaga keamanan dan keselamatan si pelapor. Tidak hanya itu KPK mempunyai mekanisme dalam melakukan perlindungan si pelapor.
Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Direktur Pelayanan Pelaporan dan Pengaduan Masyarakat KPK Tomi Murtomo. Menurutnya KPK diwajibkan oleh undang-undang untuk melindungi saksi dan pelapor yang berkontribusi dalam pemberantasan kasus korupsi.
“Kami menjamin kerahasiaan kepada identitas pelapor dan materi laporannya, tapi kita minta pelapor untuk merahasiakan laporannya. Karena kami enggak bisa menjamin keselamatan pelapor ketika dia membuka pelaporannya ke publik,” ujar Tomi di Jakarta, Senin.
Namun Tomi juga memaklumi apabila ada pelapor yang punya tujuan tertentu dengan mempublikasikan laporannya. Selain itu KPK juga mempunyai mekanisme perlindungan terhadap pelapor kasus dugaan korupsi. “Jadi ketika kita sudah merahasiakan, pelapor merahasiakan, entah, somehow, bagaimana dia diintimidasi oleh terlapor, pelapor bisa mengajukan perlindungan kepada kami, pelapor kami ya, pelapor KPK, bukan pelapor ke APH (aparat penegak hukum) lain,” ujarnya
Meski demikian Tomi mengimbau kepada pihak pelapor untuk semaksimal mungkin merahasiakan laporannya. “Kita selalu mengimbau karena kita melihat bahwa keberhasilan penanganan perkara korupsi, berhasil tidaknya itu tergantung dari bocor atau tidaknya informasi,” tambahnya.
Pelapor Kasus Korupsi
Semenjak Januari sampai Agustus 2023 KPK telah menerima 3.544 aduan 2023 lewat berbagai kanal aduan seperti email, “whistleblower system”. Bahkan ada yang datang langsung, mengirim dengan pesan singkat (SMS dan WhatsApp), surat, dan telepon.
Dari 3.544 aduan tersebut, sebanyak 3.052 aduan sudah diverifikasi dan ada 492 yang nonlaporan yang tidak bisa diproses. Kemudian dari 3.052 aduan yang telah diverifikasi, sebanyak 2.994 aduan telah selesai diverifikasi dan ada 58 aduan yang belum selesai diverifikasi. Dari 2.994 yang telah selesai diverifikasi yang ditelaah 1.367 aduan, yang diarsip 1.620 aduan.
Menurut Tomi, ada beberapa hal yang menyebabkan aduan diarsip, antara lain data dokumen tidak ada dan nomor telpon tidak bisa dihubungi untuk melengkapi data. “Diarsip sebenarnya korupsi tapi data dokumen tidak ada, terus dugaan tindak pidana korupsi sumir,” pungkasnya.